Friday, June 25, 2010

KKL Selalu dan Selalu Saja....

Waktu makan malam di lokasi KKL... Ya ampu, kangen ya....


Tadi pagi, teman-teman berangkat KKL ke kabupaten Sanggau. Cukup jauh dari Kota Pontianak, karena bisa membuat badan pegal-pegal karena perjalanan. Aku datang ke kampus agak siang, hingga tak bisa melihat bis-bis yang mereka tumpangi berangkat dari kampus. Tapi aku bisa merasakan betapa hebohnya mereka tadi pagi, seperti betapa hebohnya aku dan teman-teman waktu berangkat KKL dulu. Uh, saat-saat luar biasa yang tak akan terlupakan seumur hidup. Pengalaman yang takkan terulang lagi dan waktu yang dapat dikenang saat tua nanti, lalu diceritakan pada anak cucu (baca: Jika Tuhan memberi kesempatan hidup lebih lama). KKL memang selalu menjadi peristiwa yang luar biasa, jauh lebih asyik dari ospek,malah lebih hebat dari ujian skripsi. Berbagai cerita menghiasi setiap peristiwa KKL mulai dari awal perjalanannya.

Ketika pembagian kelompok, setiap orang akan melihat dengan antusias siapa yang akan menjadi teman sekelompoknya selama 2 bulan. Ada yang tersenyum ceria, ada pula yang mencibir, dan ada yang datar-datar saja usai melihat nama-nama yang ditempel di papan pengumuman.Pembagian kerja, barang-barang yang dibawa dan belanja keperluan makanan selalu mengundang cibir dan tawa.

Saat keberangkatan juga tak kalah heboh. Mahasiswa ‘double’ dalam artian apapun akan merasakan khidmatnya waktu ini. Pasangan mereka melepaskan dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. Tak jarang ada kekhawatiran. Sebab, KKL selalu saja dikaitkan dengan cinta lokasi. Untuk hal yang satu ini bukan sekedar isapan jempol. Banyak buktinya, meskipun kebanyakan tak berlanjut dan memang hanya berlangsung di lokasi KKL saja. Namanya juga CinLok. (hahaha, sepertinya aku mengingat sesuatu...)

Aku baru saja meng-SMS-i seorang teman yang ditinggal KKL ‘seseorangnya’. Kupikir asyik juga mengolok-oloknya saat ini.
“Dah kangen lom? Hehehe...” Delivered to : 08xxxx
“Iya.. dr tdi pas bis nye brgkt. He..” sender 08xxxx
“ Hahahaha. Tenang jak. Dh diancam tak boleh selingkuh. Eh balek ne kapn?” Delivered 08xxxx
“wkwkwkwk.. Ampe diancam? Mgkin awal agustus. Tak tw jg” sender 08xxxx
“ Iyelah... Oh, pasti kangen bgt tuh, mane disana tak de sinyal gek tuh... Sian ne...” delivered 08xxxx
“Ih die nih ngeracau... Iyelah, kalo berani macam-macam digunduli...” sender 08xxxx

Itulah sepotong percakapanku dengan teman yang sedang ‘ditinggal’. Ah, bukan cuma dia, masih ada yang lain yang juga merasakan hal yang sama. KKL sekali lagi membuat para pasangan menjadi was-was. Memang beralasan kalau mereka was-was. Beberapa kakak tingkat kami membuktikan bahwa cinta KKL bukan cuma sekedar cinlok. Mereka melabuhkan cinta itu di pelaminan. Ada yang cintanya nyangkut dengan warga di lokasi, ada pula dengan teman sekelompok, malah ada yang dengan anggota kelompok lain. Ada yang jatuh cinta tanpa beban, karena masih single, namun tak jarang ‘terpaksa berkhianat’. Tapi toh, cinta itu terlanjur tercipta.

Aku jadi ingat beberapa kata yang kurangkai untuk cerpenku yang belum selesai. “Cinta itu berhubungan dengan perasaan dan ‘hati’. Tak ada yang bisa menolaknya, juga tak diminta. Dia datang begitu saja tanpa mau tahu dimana, siapa atau mengapa. Intinya,cinta itu tak dapat ditolak. Tapi, apakah cinta itu kemudian membuat kita bersama dengan orang yang kita cintai, itu adalah pilihan. Ada banyak sekali pilihan. Ada yang mencintai, tapi memilih untuk diam dan ada pula yang mencintai lalu memilih mengatakannya. Ada yang saling mencintai dan memilih untuk hidup bersama. Tapi ada pula yang saling mencintai, tapi memilih tidak bersama, lalu membiarkan orang lain mengisi hidupnya meskipun bukan untuk mencintai lagi. Ada juga yang saling mencintai, namun memilih untuk tidak bersama dan menutup hatinya untuk siapapun. Toh, semuanya adalah pilihan, dan masih banyak lagi pilihan yang lain”. Kenyataannya, memang masih banyak pilihan lain.

Tiba di lokasi, akan ada cerita hebat lainnya yang masih menunggu. Menunggu untuk dilewati. Teman baru, keluarga baru dan kisah baru. Ada cemburu, ada sinis, tapi ada tawa dan senyum yang nantinya akan sulit dilupakan. Aku masih ingat kisah-kisah KKL ku yang membuatku tersenyum saat mengingatnya. Seorang teman sangat cemburu padaku. Konon kata temanku yang lain, dia selalu membongkar isi pesan di Hpku, membolak-balik halaman buku catatanku yang dengan ceroboh kutinggal begitu saja di kamar kami (baca: aku tak pernah berpikir ada orang yang tertarik untuk membaca isi pesan dan tulisan di catatanku)

Di catatanku, dia tak menemukan apapun, tapi di inbox HP ku dia menemukan banyak pesan yang menjadi bensin untuk bara kecemburuannya (aku paling malas menghapus pesan di HP, biasany sampai pesan lain tak bisa masuk). Aku sempat naik darah, tapi tak meledak. Kejadian yang sama sempat terulang lagi.

Ada hal yang tak pernah kulupakan. Di KKL itu, aku menambah teman yang kemudian menjadi sahabat. Sahabat yang luar biasa. Banyak kesamaan, tapi tak sedikit perbedaan dan kami bisa menyatukan semuanya menjadi hal yang hebat. Sangat hebat. Bahkan sampai sekarang pun, saat waktu-waktu itu telah lama berlalu, kami tetap menjadi sahabat yang unik dan luar biasa (untuk kami). Aku juga menambah teman yang selalu membelaku, di depan atau di belakangku. Juga mengingatkanku. Senangnya.

Cinlok? Pasti. Meski aku dan teman-teman tak pernah menganggapnya sebagai cinta. “Kebersamaan yang lebih dekat” itu adalah pelengkap. Seperti gorengan saat jedah mata kuliah. Seperti ‘sedikit mengerjai dosen’ waktu di kelas. Hanya sebagai pelengkap agar semuanya tak terasa hambar, supaya kenangan itu menjadi semakin layak untuk dikenang. Kami semua dengan sadar bisa membedakan mana yang harus kami lanjutkan dan mana yang harus berakhir pada saatnya dan memang harus berakhir begitu kami kembali pada kehidupan masing-masing nantinya.

Haru dan tangis menjadi penutup saat KKL berakhir. Warga desa yang baik, ramah dan sederhana manjadi salah satu pemicunya. Aku ingat saat aku dan teman-teman diantar dengan tangis dan doa oleh warga. Anak-anak TPA semuanya menginap di posko kami. Ibu, remaja dan bapaknya pagi-pagi sekali telah berkumpul di tempat kami. Mereka membawakan makanan, buah atau souvenir untuk kami, bahkan ada yang memberi uang, meski tak banyak. Kata mereka, kami harus membawa sesuatu dari tempat itu untuk dibawa pulang ke rumah. Mungkin sebagai salam mereka untuk orang-orang yang menunggu kami di rumah. Tapi semuanya tak berakhir begitu saja. Hingga saat ini pun kami semua masih saling mengingat. Warga di sana juga kerap berkirim kabar dengan kami di sini. Ikatan itu tak putus begitu saja, meskipun kata temanku ada hal yang harus diakhiri hanya sampai saat perpisahan (hahaha, setuju !!!!!). Yah, KKL sekali lagi membuat kisah dan setiap tahunnya akan selalu mengukir kisah baru dengan keistimewaannya sendiri-sendiri....