Thursday, February 28, 2008

Aku, Minggu dan Kajian itu.....

Minggu, 17 Februari 2008 kemarin, aku mengikuti sebuah kajian keislaman. Lumayan buat nambah ilmu yang memang tak seberapa ini. Aku diajak oleh Ambar, temanku. Awalnya jadwal kajian pukul 10.00 WIB, tetapi kemudian Ambar mengirimiku sebuah SMS.

“ Ass ukh dh bngon blm ? O ya!hr ni kajiany g jd jm 10,tp jm 13.ntr ambr jemput jm12.15.lg ngapa?joging yo!biar sehat.” 07: 05: 24 WIB

Aku tersenyum agak lega. Lumayan masih ada waktu beberapa jam untuk membereskan semua pekerjaan rumah. Ada cucian yang masih menumpuk, kamar yang seperti kapal Titanic di saat-saat terakhirnya dan buku-bukuku yang tak pernah diam manis di tempatnya.

Aku berjalan ke ruang tengah, melongok di depan TV sebentar melihat acara yang menjadi favorit seumur hidupku, aneka kartun. Detective Conan belum dimulai, tapi sepertinya hari ini aku harus melupakan kencanku dengan detektive imut itu, yah untuk hari ini aku ikhlas dia ditemani Ran Maori saja.

“ Ti, kalo kerje tuh cepat sikit, katenye mok pegi. Nyuci belom, makan belom. Cepat sikit kerje tuh, depan tepi pulak die” Suara ibuku terdengar merdu ditelinga, namun cukup membuatku terkesiap dan pasrah melangkah ke dapur membereskan meja makan, lalu mencuci pakaian.

Kira-kira pukul 11.00 pekerjaanku selesai. Waktunya untuk makan, mandi, sholat dan lain sebagainya sebelum dijemput Ambar. Sip, jam 12.10 selesai semuanya. 5.....10.....15 menit.... Ya ampun kemana si Ambar ? Aku manyun di ruang tengah menunggu kedatangannya.

Sekitar pukul 13.10 baru kudengar suara motornya di depan rumahku. Yup, tanpa banyak bicara kami pergi membelah kota panas dan juga diwaktu yang panas ini. Sekolah IBM tujuan kami, karena di mushola sekolah itulah tempat kajian yang akan kami hadiri.

Tiba didepan mushola itu, kami bersamaan dengan seorang wanita yang kemudian kutahu bahwa dialah yang memberikan materi dalam kajian tersebut. Kami masuk bersama. Didalam, 3 orang gadis telah menunggu sambil membaca Al Qur’an. Kami memberikan salam, lalu ritual kajian dimulai. Hafalan Qur’an 5 ayat setiap minggunya, aku bengong. ‘kan tidak menghafal, gimana harus nyetor ? ternyata aku juga harus menyetorkan hafalan pada pasanganku, yaitu Ambar. Untung saja dimulai dari surah paling akhir, An Naas. Aku menyelesaikan hafalanku, begitu juga yang lain. Lantas ada beberapa menit jedah untuk melanjutkan kegiatan berikutnya. Aku memanfaatkannya untuk memperhatikan tempat disekelilingku.
Aku belum menanyakan nama mushollah itu, yang jelas dia terletak di sebelah kiri komplek sekolah IBM, didepan asrama siswa. Bangunannya tidak besar, bahkan terlihat sederhana. Dinding dalamnya dari kayu yang dipelitur, ada beberapa tempelan didinding itu, jadwal sholat, kaligrafi dan jam dinding. Karpetnya yang berwarna hijau sudah agak terkelupas dari lantai. Di sudut belakang ada sebuah lemari kecil tempat menyimpan Al Qur’an dan mukena.

Aku jadi teringat pada masjid Al Badar, masjid sekolahku dulu. Betapa rindu memasuki dan sholat di dalamnya. Entah seperti apa keadaan dalamnya sekarang ? Beberapa tahun sudah aku tak pernah ke sana, hanya sering lewat didepannya.

Lamunanku kemudian buyar, karena aku harus memperkenalkan diri, dari perkenalan itu pula akhirnya aku tahu ketiga gadis tadi bernama Tina, War dan Indah. Wanita yang memberi materi belum memperkenalkan diri, karena dia sedang menelpon temannya. Setelah menutup telponnya, dia mempernalkan diri. Namanya Zaleha, guru di sekolah ini, dan keempat temanku ini adalah lulusan IBM, artinya pernah diajar olehnya. Berarti aku sendiri yang kesasar......

Wanita itu tampak lembut, dia kemudian menanyakan motivasiku ikut dalam kajian ini. Aku sudah menduga akan bertemu pertanyaan ini, sebuah pertanyaan yang paling aku tidak suka. Tapi pertanyaan yang seakan-akan wajib ditanyakan pada seorang anggota baru. Aku menjawabnya.

Lalu kami masuk pada sesi tafsir ayat dan materi. Materinya tentang mengenal Allah. Kami harus mencatat pendahuluan materi itu dengan huruf Arab. Waduh, tulisanku hancur sekali dan tak bisa cepat. Alhasil aku kerepotan, tapi untung saja masih bisa kuatasi.

Setelah semua selesai mencatat diapun memulai materi tadi, aku dan teman-teman lain mendengarkannya. Aktivitas itu selesai tepat saat adzan Ashar berkumandang. Kami sholat bersama-sama, Bu Zaleha yang menjadi imam. Usai sholat, kami bersalam-salaman. Meskipun kajian telah selesai, namun tak ada seorangpun dari kami yang meninggalkan tempat itu. Tak lama kemudian War bersuara. Dia mengeluarkan 3 pertanyaan yang dia dapatkan dari seorang temannya. Pertanyaan yang katanya harus dijawab dengan logika, tak boleh menggunakan Al Qur’an sebagai referensi. Aku bingung dengan pertanyaannya, apalagi dengan jawabannya.

“ Saya dapat pertanyaan dari seorang teman, mengapa gereja lebih menonjol dari masjid, padahal’kan Allah Maha Kuasa. Kalau dia mau membuat semua orang menjadi muslim, pasti akan sebentar saja. Jawabannya ndak boleh pakai ayat dalam Al Qur’an “ kata War

Gereja lebih menonjol dari masjid ??? O ya ??? Aku pikir penilaian ini subjektif sekali. Gereja lebih menonjol dari masjid atau sebaliknya, semuanya tergantung pada siapa yang melihatnya, dimana dia melihatnya dan kapan dia melihatnya juga dari sudut pandang apa dia melihatnya. Lalu kenapa dikaitkan dengan kekuasaan Allah untuk mengubah semua umat menjadi Muslim ? Kenapa pula tidak boleh menggunakan Al Qur’an sebagai referensi ?

“ Terus jawabannya apa ?” tanya Bu Zaleha kemudian.

“ Nah itulah letak kekuasaan Allah, dia memberikan manusia akal untuk berpikir untuk memilih jalannya sendiri ...” jawab War lagi

“ Nah, hubungannye ape ?” tanya Bu Zaleha

“ Itu, kekuasaan Allah dengan akal itu supaya kite bisa memikirkannya” katanya lagi.

Aku bengong, tak mengerti sama sekali, hubungannya dengan gereja yang katanya lebih menonjol gimana ? Sedangkan kata ‘menonjol’ sendiri belum dapat dibuktikan keabsahan penilaiannya. Otakku tak dapat menjangkau pikiran mereka, mungkin cara mereka berpikir dan menganalisa suatu pertanyaan terlalu tinggi, tidak hanya dari segi bahasa tapi juga sesuatu dibalik makna. Mungkin.....

Handphone-ku berbunyi memecah kesunyian pikiranku.

“ Ti,u ad d rmh k?kwn kn aq undngn ti “ sender Dewi 16.43.41

“ Maaf Wi, kykx tak bs, yanti agk di sui jawi. Sory honey ” balasku

Aku sedikit merasa bersalah menolak ajakannya. Sudah beberapa kali aku menolak permintaan gadis itu untuk pergi bersamanya, padahal dia baik sekali. Dewi adalah sepupuku, umurnya satu tahun diatasku. Dia gadis yang cantik, tinggi dan langsing, sangat ramah tapi juga peka terhadap perilaku dan sikap orang-orang kepadanya. Tapi setahuku, dia tidak terlalu sensitif dengan sikapku, karena dia tahu benar bahwa aku, sepupunya ini sulit dimengerti dan tidak peka dengan perasaan orang lain.

Sekitar pukul 17.00 kami bubaran dan berniat pulang kerumah masing-masing. Satu per satu anggota kajian ini meninggalkan musholla. Tinggal aku dan Ambar yang terakhir berada di sini. Ambar memboncengku dengan motornya, hanya dua meter dari teras musholla dia berhenti.

“ Kak, bannye bocor ke ?” tanyanya. Aku turun dan melihat ban motor. Benar, tak ada angin sama sekali di ban belakang motor itu.

“ Kayaknye pecah lah Mbar “ jawabku lemah

“ Ha...........dorong lah kite nih” katanya lagi

“ Dimane ade bengkel ?”

“ Depan ade “ katanya merujuk pada gang tempat kami berdiri. Dia lalu memegang stang motor, sementara itu aku mendorong dari belakang. Kami melewati gang kecil yang jalannya di semen, tapi sudah pecah-pecah disana sini. Ambar lalu bercerita tentang masa-masa dia bersekolah di IBM.

“ Dulu Ambar pakai sepeda, kalau sepeda Ambar bocor atau kempes, Ambar doronglah, kadang gak Ambar tinggalkan kalo susah” katanya mengawali cerita.

“ Pake sepeda, jaohlah ye ? Berape lamaklah Mbar ?” tanyaku

“ Dari jeruju ye.... tapi tadak gak jaoh, Ambar’kan suke nembos-nembos jalannye. 15 menet lah “

“ Wah, berarti dari SMA memang pembalaplah ye...” kataku

“ Iyelah, kite...... tapi paleng susah tuh kalau agik banjer, jeruju tuh suke banjer Kak. Ambar bincinglah sepatu Ambar. “

“ Betol, Yanti waktu sekolah kalau ujan, yanti bincing sepatu Yanti. Sayang, sepatu mahal. Waktu kuliah jak, pernah Yanti bincing sepatu Yanti. Jadi baleknye tuh, kan nebeng Nisa, Yanti tak pake sepatu, pake kaos kaki jak. Nisa jadi ngikot hehehehe. orang liat, mane duli..... kalo kaos kaki kan tak mahal” kataku lagi. Kami tertawa.

“ Kite same-same pelit ye.......” ujar Ambar sambil tertawa

“ Ye......Ambar tuh yang pelit, Yanti tadak, Yanti tuh hemat.....hehehehe” jawabku menggodanya

“ Hm....dasar, tinju nanti.....” katanya kesal

Tak terasa kami sudah sampai di ujung gang, tepat di Jl. Rais A Rahman. Bengkel langganan Ambar ternyata tutup. Dia memintaku menunggui motornya sebentar, sementara dia melihat-lihat lokasi bengkel yang lain.

“ Situ’ ade bengkel Kak” katanya menunjuk deretan ruko di sebelah kiri kami. Tak jauh, mungkin sekitar 150 meter.

“ Sip...” kataku seraya mendorong motornya. Kali ini kami berganti posisi, aku yang pegang stang, dan dia mendorong dari belakang. Kami sampai ditempat tambal ban, kami meperhatikan bagaimana ban motor itu dipompa lalu direndam di dalam air. Akhirnya kami bosan, dan memilih meninggalkan tempat itu, kami mencari minuman. Tenggorokan rasanya kering sekali, hari ini aku tak membawa botol minum.

“ Sekalian cari ceres, kawan Ambar titip “ ujar Ambar sambil berjalan

“ Susah nih bejalan same emak-emak “ kataku lagi-lagi menggodanya.

“ Tinju nanti nih....” katanya bernada manja

Kami masuk ke sebuah warung, dan menemukan ceres di sana. Sayang tak sesuai dengan pesanan temannya. Kami lalu keluar dan berjalan lagi, ada sebuah warung es kecil di tepi jalan, kami memutuskan untuk membelinya. Sesuai perjanjian, tidak beli minuman yang mahal, sedang kanker stadium IV (kantong kering sekali). Setelah 5 menit memilih minuman, kami akhirnya sepakat membeli es teh sisri gula batu. Harganya Rp 600 perkantong, jadilah Rp 1200 untuk semuanya. Kemudian Ambar menelpon untuk meminta persetujuan membeli ceres yang tadi kami lihat di warung pertama, temannya setuju. Aku dan Ambar kembali lagi ke warung tersebut untuk sekantong ceres. Setelah itu lalu ke tempat tambal ban, mengambil motor dan bergegas pulang.

Dalam perjalanan kami bercerita tentang banyak hal. Ambar bercerita tentang Ayah~Y nya yang selalu mendukung dan memberinya semangat. Termasuk memberikannya banyak sekali kesempatan untuk lebih maju.

“ Die perhatian tuh same Ambar, die selalu nanyakan tugas-tugas Ambar. Pokoknye perhatianlah same Ambar. Makenye ade ape-ape Ambar pasti cerite same die. Kakak ngiri tuh..... “ gantian dia yang menggodaku

“ Siape yang ngiri ....... ? Iyelah, die ayah Ambar, ambeklah sana. Yanti cari Papah baru jak lah. Nanti Yanti bikin pengumuman ‘Siape yang mok jadi Papah Yanti yang baru?’ Yanti tempel di mading. Siape gak tau, Pak Hermansyah maok jadi Papah Yanti” jawabku asal. Ambar tertawa.

“ mane ade yang maok.....” ujarnya penuh kemenangan.

“ Kalo tak ade yang maok, udahlah, tak jadi pensiunlah Papah Yanti tuh, kite bagi dua’ jak lah ye hehehehehe “. Lagi-lagi Ambar tertawa.

Persahabatan kami memang aneh, kami sama-sama keras kepala, tak ada yang mau mengalah. Seringkali kalau berebut sesuatu, tak ada seorangpun diantara kami yang mengalah, hingga akhirnya kami letih sendiri. Tapi aneh, semua itu membuat kami nyaman berada di dekat satu sama lain, mungkin karena beberapa persamaan yang mendasari hidup kami.

Aku bercerita tentang beberapa mahasiswa yang nilainya banyak tak keluar, ternyata Ambar juga punya stok nama yang tak sedikit untuk masalah yang sama.

“ Heran ye, kuliah bah susah. Duet tinggal mintak, komputer ade, motor ade ape agiklah?” katanya

“ He’eh. Kite jak yang banting-bantingan carek duet maseh nak kuliah. Yanti malah pengen sekolah terus, tak taulah sampai S berape, pokoknye sampai capeklah” sambungku.

“ Samelah Kak, Ambar pon gituk gak. Tak kepikeran yang laen. Ambar nak sekolah nak kerje, banyaklah pokoknye. Banyak sekali cite-cite Ambar nih”

“ Sama dong, Yanti tuh banyangkan, nantik sarjana, trus dapat tugas belajar, bea siswa ke Perancis, waduh....... Sorbonne........”

“ Kalau Ambar Harvard, ah.......ketemu same Bill Kovach......”

Kami kemudian larut dengan impian masing-masing. Dengan impian yang tinggi sekali seperti matahari yang sedang memerah di ufuk barat itu.

“ Eh, nanti kite ketemuan ye, sekali-sekali Ambar yang ke Perancis, nantik Yanti yang ke Amerika “ ujarku agak gila

“ Oh... tenang Kak, kite ketemualah pokoknye.....”

“ Amin.....” ujar kami bersama.

Tak terasa aku dan Ambar telah sampai di depan rumahku, setelah mengucapkan salam perpisahan dan sedikit cekikikan, kami berpisah. Dia harus melanjutkan perjalanannya di sore yang hangat ini. Aku masuk ke dalam, inilah hariku, hari ini. Thanks for Today, Ya Allah.


17 Februari 2008

No comments: