Wednesday, September 3, 2008

Ayo Menulis !




Membayangkan harus mengerjakan sebuah tulisan bukanlah hal yang menyenangkan untuk sebagian orang. Apalagi yang tidak terbiasa dengan aktivitas menulis, tentunya menjadi sebuah mimpi buruk yang menghantui. Dalam bayangan mereka, menulis merupakan rangkaian proses yang besar dan sangat panjang, mulai dari memikirkan ide, mengumpulkan fakta-fakta sampai menuangkannya dalam kalimat-kalimat. Jika demikian, jangankan untuk menulis, memikirkannya saja dapat membuat seperempat dari komposisi otak terasa begitu lelah. Alhasil, tal ada satu kalimatpun yang berhasil di selesaikan, kepala terasa pusing, dada menjadi sesak karena putis asa. Satu-satunya penyelesaian adalah bangun dari duduk, lalu ngeloyor pergi meninggalkan monitor computer yang pasrah membisu.

Tapi tahukah anda, sebenarnya menulis tidaklah serumit yang seringkali dibayangkan oleh banyak orang yang gagal menulis. Menulis itu adalah sebuah proses yang sangat sederhana, bahkan menyenangkan. Pernahkah anda membayangkan ada seorang teman yang begitu dengan sabar mendengarkan semua pembicaraan anda tanpa menyela satu kalipun ? atau seseorang yang mau menampung semua pikiran, dan perasaan anda tanpa protes sedikitpun ? Yah, mungkin ada, tapi rasanya sulit untuk menemukan orang-orang seperti itu.

Jangan khawatir, jika anda tak menemukannya, maka cobalah untuk menulis. Syaratnya, jangan biarkan otak anda dibodohi oleh perasaan malas dan sugesti bahwa menulis itu sulit. Persoalan dalam menulis hanyalah ‘apakah anda mau memulainya ?”. Jika anda menjawab ‘iya’ maka anda sudah membuat sebuah keputusan besar dan telah menyelesaikan masalah paling rumit dalam aktivitas menulis. Nah, selanjutnya hanyalah apa yang ingin ditulis. Bagi pemula jangan dulu membayangkan bahwa anda akan menulis catatan pinggir sebaik Gunawan Muhammad, cerpen seluwes Helvy Tiana Rosa, atau syair seimajinatif Chairil Anwar.

Namun, cobalah menulis dari hal-hal yang paling kecil dan dekat dengan kehidupan. Menulislah dengan hati. Tulis apasaja yang sedang anda rasakan, mungkin lebih tepat seperti sebuah buku harian. Jangan pedulikan dulu kaidah-kaidah yang membuat kepala mumet dengan aturan-aturan baku, tapi biarkan ide itu menjalar dengan perlahan dan santai, hingga dengan sendirinya membuat jemari menari indah diatas keyboard.

Aku kehilangan ide yang tadinya menumpuk-numpuk di kepalaku. Sebenarnya aku ingin menulis sebuah artikel yang bagus, tapi entah kenapa semuanya hilang begitu saja. Selain itu aku memang sedang kekurangan bahan untuk menulisnya, sudah beberapa hari ini, tak ada sebuah bukupun yang berhasiul kuselesaikan. Sebuah prestasi, ya, prestasi di puncak kemalasan seorang mahasiswi yang hamper benar-benar tersungkur dalam kemalasannya. Ironisnya, mahasiswi itu adalah aku.”

Jangan malu, menulis saja seperti itu. Tulisan yang demikian tidak menuntut penulisnya untuk berpikir keras, hanya sekedar menuliskan apa yang dirasakannya menjadi rangkaian kalimat, tepatnya seperti bicara atau bergumam. Tak perlu merasa rendah diri karena baru mampu menulis seperti buku harian. Malah tulisan-tulisan tersebut sangat penting untuk membiasakan diri menungakn ide dalam bentuk tulisan. Tulis saja apapun yang dilihat, didengar atau cita-cita yang diimpikan. Dengan begitu, anda telah membiasakan diri untuk akrab dengan bahasa tulis, sedikit-demi sedikit kepekaan anda dalam merangkai kalimat akan terbentuk dan terasah.
Jika anda mau berpikir sedikit lebih rumit, maka berpetualanglah. Kaitkan apa yang dirasakan dengan kondisi lingkungan masyarakat, keadaan politik atau ekonomi. Bebaskan saja otak untuk melakukan tugasnya. Jangan bebani dengan obsesi-obsesi lain. Apa yang dilihat atau didengar, tuangkan saja untuk melanjutkan tulisan yang telah dibuat.

“ Malas. Kata itu cukup sederhana, hanya berjumlah lima huruf, namun kata itu sangat mematikan, dan dapat melumpuhkan sebuah bangsa. Bayangkan saja, jika semua pemuda negeri ini mengatakan bahwa mereka malas menuntut ilmu, malas belajar dan berkerja membangun bangsa, apa yang akan terjadi ? Kehancuranlah yang akan menanti diujung perjalan bangsa ini. Padahal, pada hakikatnya pemuda adalah ujung tombak kemajuan masyarakat sekaligus sebagai pemegang panji-panji kepemimpinan Negara. Sejauh ini, racun malas telah membuktikan kebisaannya pada Indonesia. Banyak berita di TV dan Koran yang mengisahkan bagaimana oknum wakil-wakil rakyat merasa malas untuk memikirkan nasib bangsanya, sehingga mereka lebih memilih korupsi dari pada harus ikut-ikutan menderita bersama rakyat negeri ini. Lalu, para seniman yang malas melewati perjuangan panjang untuk sukses, sehingga mereka mengambil jalan pintas dengan tampil habis-habisan seksi agar mendapat banyak penggemar, meskipun kualitas seninya masih diragukan. Semuanya berawal dari malas.”

Sekarang tulisan itu tak sekedar sebuah ungkapan bahwa si penulis sedang malas, tetapi ada unsure lain yang mengikutinya. Penulis menjelaskan bahwa rasa malas menjadi sebuah awal dari kehancuran. Dia menjabarkannya dan mengakaitkannya dengan kondisi lingkungan masyarakat. Ada kepedulian dan pesan-pesan moral yang ingin disampaikan lewat tulisan itu. Sehingga tulisan yang awalnya sangat sederhana semakin berkembang menjadi bentuk lain yang lebih dari sekedar catatan harian.
Membuat tulisan sama seperti menyusun puzzle. Semakin anda mendapatkan kepingan-kepingannya, akqn semakin dibuatnya penasaran. Begitu pula dengan menulis. Semakin anda masuk ke dalamnya, maka akan banyak hal yang ditemui, tapi justru membuat anda merasa kurang. Anda tidak dapat berhenti sampai di situ saja, anda akan semakin tertentang untuk membuat bentuk-benatuk tulisan yang lain. Semua itu membuat penulis menggunakan seluruh inderanya dengan maksimal, bukan untuk mendapat ide, tapi untuk mengembangkan ide tersebut. Sebab, pada dasarnya setiap orang memiliki gagasan, hanya saja tak semua orang berhasil untuk mengembangkan gagasan tersebut dan menuangkannya dalam bahasa tulis. Bukan berarti mereka tak mampu, hanya saja apa mereka telah memulainya ? bagi orang-orang yang mau memulai, kini saatnya untuk bekerja.

Mengembangkan dan memperkaya gagasan memerlukan wawasan. Oleh sebab itu, seorang penulis harus rajin memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Selain itu, membaca buku adalah aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dengan menulis. Jangan memaksakan diri untuk menelan berbagai jenis buku sekaligus, tapi nikmati saja proses itu secara alami, meski jangan juga terlena dengan perasaan malas. Kebiasaan menulis dengan sendirinya akan membuat anda gemar membaca, karena anda selalu ingin mengetahui perkembangan dunia tulis menulis. Anda memerlukan pembanding, karena itu anda perlu untuk membaca tulisan orang lain, dengan begitu anda bisa mengevalusi tulisan dan mengembangkannya menjadi bentuk yang lebih matang.

Percaya atau tidak, aktivitas menulis juga membuat anda semakin peka dengan orang lain. Menulis membuat aktivisnya gemar memperhatikan dengan mengoptimalkan fungsi inderanya. Hingga tak heran jika banyak penulis yang lebih peka dengan masalah-masalah masyarakat dibandingkan dengan kelompok lain yang justru lebih berwenang. Menulis juga dapat menjadi sebuah ajang untuk memperjuangkan sebuah gagasan. Dampak yang ditimbulkan oleh sebuah tulisan, dapat negitu mencengangkan dan tidak terbayangkan. Jika sebuah tulisan telah tercipta, apalagi sampai dipublukasikan, maka dia telah menjadi milik semua orang. Tulisan dapat berbicara dengan bahasanya sendiri, mempengaruhi atau mengajak orang lain berpikir. Oleh sebab itu, menulislah, karena tulisan kita akan membuat kejutan-kejutan yang tak pernah kita bayangkan. Maka, teruslah menulis (*)