Thursday, February 28, 2008

Saturday's Night

Aku baru saja selesai mandi, dan akan menggoreng singkong ketika Hpku berbunyi. Jreng....pesan dari INDOSAT layanan Telpon Aku (TA) dari seorang teman. Dia meminta aku menghubunginya. Wah tumben sekali, biasanya aku yang selalu kirim TA, dan dia selalu balik menelponku. Ada apa gerangan ? Pasti ada sesuatu yang penting dan pulsanya benar-benar kosong, pikirku dalam hati.
Dan benar, dia sedang kesulitan. Dia memintaku menghubungi teman yang lain untuk segera menjemputnya di asrama haji. Aku memenuhi permintaannya.

“ Bg kiki, bg mul mintak jemput d asrama haji skrg. Cptn katenye. Ok.”

SMS yang sama kukirimkan ke dua nomor, Simpati dan IM3, sebab Kiki, temanku yang lain ini memiliki dua kartu. Sempat pending hingga 1 jam kemudian. Lalu SMS ke Simpati terkirim pukul 21.02.00 sedangkan IM3 gagal.

Setelah itu, aku lalu melanjutkan pekerjaanku, menggoreng singkong, kami menyebutnya ubi. Sebagai anak yang dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia, tentu saja ubi menjadi salah satu makanan favoritku, melebihi keju atau burger yang aku tak tahu mengapa banyak orang bilang enak, padahal di lidahku terasa aneh. Hm... mungkin saja memang lidahku yang salah, tapi mungkin juga lidah mereka yang tak jujur karena keju atau burger memiliki prestise yang lebih tinggi, terkontaminasi-lah selera makannya.

Aku lalu menghidangkan ubi gorengku ke dalam piring putih dengan motif buah-buahan berwarna hijau dan membuat teh di gelas yang besar. Lumayan cantik juga penyajian si ubi goreng, pikirku, kemudian aku membawanya ke ruang tengah untuk dicicipi anggota keluargaku yang lain. Ada nenek dan mak yang sedang menonton sinetron di RCTI, sedangkan adikku sedang having fun bersama temannya di teras rumah. Bapak sedang pergi, biasanya ngobrol bersama teman-temannya di depan rumah atau di masjid ujung komplek. Satu fungsi baru masjid, tempat kongkow bapak-bapak komplek.......

Aku duduk sambil menyandarkan tubuhku di dinding. Map berisi kliping tulisanku yang pernah dimuat di media massa aku singkirkan. Tak asik kalau di klipingku kemudian membekas minyak ubi. Aku tengah menikmati makanan favoritku itu ketika Hpku lagi-lagi berbunyi. Aku segera beranjak dan menghampiri Hp biru yang tergeletak cantik diatas kursi. Aku pikir SMS dari Bang Kiki, Nisa, Ambar, atau Bang Mul, tapi ternyata salah.

“ Ti, kamu gilee abis.” Sender Papah. 21:27:11

Ha......??? aku terbengong sambil melongo. Kalau soal gila, ya aku tahu sekali aku memang tak waras, bahkan teman-temanku setuju bahwa aku emang gila. But, Papah bilang aku gila ? Hehehe...., ada apa nian ? Aku tertawa sendiri sambil memencet keypad HPku

“ Kok gile, pak ?” delivered to Papah 21.29.28

“ Sy br baca blogmu. Wow, terpukau. Hebat. Caramu menulis, mendeskripsi, luar biasa. Papah kagum abis.” Sender Papah 21:31:41

Aih, aku kaget, bukan karena dipuji. Waduh gawat neh, berarti Papah baca semua dunk. Mana banyak yang nyeleneh, ada pula tentang dia, teman-teman dan semuanya. Bahkan ada tulisan yang kubuat saat kesal sekali padanya. Aku menaikkan kakiku ke kursi hijau di ruang tamu, Hpku masih diisi. Ubi gorengku ketinggalan di ruang tengah.

“ Itu Cuma ctatan hrian,agar tak lupa. Jgn diolok pa,byk yg nyeleneh jg tuh,ape agk watu nulisx agk sangsot. Hehe. Makasi ya,blog pa jg tmpiln bru kan?keren abis.” Delivered to Papah 21.59.11

Aku merujuk pada tampilan blognya yang baru diedit, dan tampak banyak sekali penambahan-penambahan. Aku membacanya kemarin.

Tak beberapa lama ku dengar tetangga-tetanggaku agak ribut dan keluar rumah. Aku memperhatikan lewat jendela. Mak lewat sambil memberikan sepiring ubi gorengku tadi, tepat pada saat itu Hpku berbunyi kembali.

“Kalau sangsot nulisnya segitu, ape gek kalo normal ya. Ya mau buat jg cttn ttg yanti malam ini. Mg2 bsok jadi.” Sender Papah 22.01.59

Aku keluar rumah setelah membaca pesan singkat itu. Di belakang rumah tetanggaku tampak cahaya merah, sementara itu aku mendengar raungan suara sirine mobil.

“ Ade kebakaran.... “ ujar salah seorang tetanggaku keliatan agak panik.

“ Tapi jaoh, mungkin di Ampera” kata yang lain menyambar

“ Tadak, bukan di Ampera, kayaknya lebeh dekatlah...” sambung yang lain lagi

“ Tengok jak yok...”

“ Saye ambek motor lok, pegi kite ramai-ramai...” kata mereka kemudian

Aku melihat beberapa orang tetanggaku pergi mengendarai motor untuk melihat lokasi kejadian. Aku tersenyum senang, artinya aku juga akan mendapatkan informasi tentang kebakaran itu, apalagi bapakku juga ikut. Sekitar beberapa menit kemudian listrik padam, mungkin ada hubungannya dengan peristiwa kebakaran itu. Tak lama kudengar suara tangis bocah laki-laki yang histeris memanggil orang tuanya. Ternyata suara itu berasal dari rumah tetangga depan rumahku. Vino, anak laki-laki yang baru berumur 5 tahun itu, terbangun dari tidurnya dan ketakutan karena keadaan rumah yang gelap gulita sementara dia tidak mendapati ibu dan ayah di dekatnya.

Ya, tentu saja demikian, ayahnya sedang pergi melihat lokasi kebakaran sedang ibunya keluar rumah melihat cahaya merah itu bersama tetangga-tetangga lainnya. Setelah mendengar suara Vino, barulah ibu Vino teringat bahwa dia mengingggalkan anak semata wayangnya di rumah. Tuhan....ibu-ibu zaman sekarang.........

Tak lama terdengar lagi suara teriakan, kali ini suara ibunya Vino. Dia tidak berani masuk ke dalam, karena takut gelap. Aku tertawa meskipun tidak meledak. Ibu sama anak kok teriak-teriakan...hehehehe... Akhirnya tetangga-tetangga menemaninya masuk, sementara Vino telah sampai di ruang tamu, berjalan sambil menangis. Aku teringat pada Hpku, ups...SMSnya belum dibalas.

“Amin smg cpt slsai, jd penasaran pengn tau kyk apa yanti dlm pikirn bpk. Tp yg jujur lo. O ya d dkt rmh Ti kyknya ada kebakaran neh,jl danau sentarum.” Delivered to Papah 22.13.23

Setelah mengirimkan pesan itu, aku baru sadar, ha...???? membuat catatan tentang aku ?? hihihi.........kayak apa ya aku dalam pikirannya ? dalam pikiran orang yang pernah sangat ditakuti teman-temanku ini, tapi orang yang juga mereka sayangi saat ini. Aku jadi ingat pertama kali mendengar namanya sebagai dosen PA-ku. Amalia Irfani, salah satu staf jurusan prodi KPI bilang, dia adalah doktor pertama di STAIN Pontianak, pinter dan disiplin. Setelah itu kucari informasi tentang dia lewat kakak-kakak tingkatku. Sebuah pernyataan yang cukup membuatku terperangah.

“Sangat ketat sekali, sangar, dan tidak mengenal kompromi dengan kata lain dosen killer, jangan buat masalah same pak Yus” kata mereka. Kemudian mereka bertanya kenapa aku menanyakan tentang dosen satu ini.

“ Bapak yang kate kakak sangar tuh, dosen PA Yanti ” jawabku datar, tapi terus terang aku penasaran sekali. Seperti apa orang ini. Iseng-iseng aku bertanya.

“ Cakep ndak ? ”

Kakak tingkat yang kutanyai malah menimpukku dengan buku

“ Woi...udah punye istri “

“ Ye....kalo cakep, biar punye istri ataupun sangar ‘kan tetap bikin betah “ jawabku sekenanya seraya pergi sambil tertawa. Mereka yang kutinggal hanya menyumpahiku sambil ikutan tertawa.

“ Gilenye anak baru sekok nih “ mungkin begitu pikir mereka.

Tapi terus terang dalam pikiranku, aku punya gambar tersendiri untuk orang satu ini, meskipun aku belum pernah melihatnya. Pasti badannya besar, hitam, agak ubanan dan mimik wajahnya keras. Lalu dia berjenggot, tidak berkumis, selalu pakai peci kemana-mana dengan baju koko dan celana panjang yang digulung sampai mata kaki, dan tak pernah tersenyum.

Aku punya alasan kenapa menggambarkannya seperti itu. Dia adalah doktor pertama di STAIN artinya dia pasti sudah tua. Disiplin dan tidak mengenal kompromi, artinya dia konvensional dan agak kolot, tentu berdampak pada caranya berpakaian. Dan Killer....??? Wah pasti ini didukung oleh penampilan fisiknya. Ya Tuhan selamatkan aku..........

Hari pertemuan pertama akan segera tiba, dia mengajar mata kuliah Bahasa Indonesia untuk semester 1. Waktu kuliahnya hari Kamis pukul 13.00, seharusnya kami bertemu dua minggu yang lalu, tapi dia tidak masuk. Kami, anak-anak baru yang telah mendengar riwayatnya, menunggu di depan kelas dengan pikiran dan gambaran masing-masing. Ada yang menyandarkan tubuhnya di dinding, duduk di kursi, sementara aku sendiri cekikikan dengan teman-teman yang ada didekatku.

Seorang lelaki lewat, dia menggunakan kemeja berwarna biru, tampaknya dari bahan jeans atau bermotif jeans aku juga tak tahu, tapi seperti itulah. Celana panjang biru tua, dan menyandang ransel merah besar. Aku tak terlalu respek ketika dia masuk ke kelas. Tak lama di keluar lagi, menoleh ke arah kami yang bergerombol tak beraturan seraya bertanya :

“ Yang kuliah Bahasa Indonesia, mana ?”

Kami bengong. Mungkin dia mengerti, lalu berkata :

“ Yang ikut kuliah saya, bahasa Indonesia masuk ke kelas “ katanya seraya masuk lagi ke dalam kelas.

Oh Tuhan, dia dosen PA ku, masa’sih....

Kami semua masuk, duduk dan diam menatapnya. Dia memperkenalkan diri. Benar. Dia dosen PA-ku. Ha.......????? Kok tidak seperti yang kupikirkan ? Dia putih, bahkan untuk ukuran perempuan pun dia termasuk kategori memiliki kulit yang putih. Badannya sedang, dan rambutnya tidak ubanan. Tadi aku malah sempat berpikir kalau dia bukan dosen. Ya ampun.......orang ini yang katanya killer ??????

Hehehe.....aku tersenyum lagi mengingat pertemuan pertamaku dengan orang yang kelak ku panggil Papah. Di lain waktu, dia pernah membuat aku bolak balik beberapa kali ke prodi dan jurusan lalu ke ruangannya hanya untuk meminta tanda tangannya di buku putihku juga untuk pertama kalinya.

“ Kenapa saya harus tanda tangan ? Memangnya saya siapa ?” katanya cuek menanggapi permintaanku

“ Bapak dosen PA-saye Pak, kate prodi harus ade tanda tangan dosen PA di buku ini, baru dikumpulkan” jawabku menunjukkan buku putih itu.

“ Siapa yang bilang saya dosen PA-mu ?” tanyanya lagi. Duh nih orang....

“ Bu Amalia Irfani yang bilang, Bapak,pak Yusriadi kan ?”

“ Saya tidak dikasi tau kalau saya jadi dosen penasehat akademik kamu. Kalau saya memang PA kamu, seharusnya ada surat pemberitahuan dari prodi. Sampai sekarang saya belum menerimanya. Jadi saya tak bisa tanda tangan” jawabnya lagi. Ya Tuhan, nih orang, bahkan dia tidak menanyakan namaku...

“ Saya akan tanda tangan, kalau ada surat keputusannya, jadi kamu tanya dulu ke prodi dan minta suratnya “ jawabnya

“ Iya Pak, permisi “ kataku pasrah sambil berlalu. Kesalnya......

Sampai di prodi aku menanyakan surat itu. Kata ketua prodi, Pak Bambang, salinannya ada di jurusan. Dia turun tangan langsung mencarinya, tapi tak ditemukan. Waktu telah menunjukkan pukul satu siang saat itu. Aku tak tega melihat Pak Bambang mencarinya.

“ Udahlah Pak, besok jak “ kataku

“ Tapi surat itu ada, Har, surat penunjukkan dosen PA”

“ Ya, udah Pak, nanti saye bilang jak suratnye ade, agik dicarikan “ jawabku

“ Iya boleh “ kata pak Bambang

Aku kembali ke ruangan dosen PA-ku. Tapi hanya berdiri di depan pintu. Ah...sudahlah besok saja, kataku dalam hati. Aku berjalan melewati ruang Prodi, dan tiba-tiba kudengar suara Pak Bambang memanggil.

“ Har, udah ketemu suratnya “ katanya

“ Iye ke Pak ? Mane ?” kataku sambil menghampirinya.

Dia lalu memberikan dua helai kertas bertuliskan banyak sekali huruf yang distaples menjadi satu.

“ Tapi tak bisa dikasi untuk Pak Yus, itu arsip jurusan. Jadi kamu fotokopi, aslinya kembalikan ke saya” katanya mengingatkan

“ Iya Pak” kataku. Aku segera bergegas ke Kopma, memfotokopinya menjadi dua rangkap dan menyimpannya. Besok akan ku serahkan pada dosen PA-ku itu.

Esoknya, aku kembali meminta tanda tangan untuk buku putihku, kali ini berbekal fotokopi surat keputusan itu. Meskipun demikian, dia tak lantas menandatanganinya.

“ Namamu mana ?” katanya seraya memeriksa fotokopian itu

“ Itu, Pak” kataku seraya menunjuk tulisan namaku

“ Oh “ katanya. Dia lalu melipat dan mengantongi surat tersebut, baru kemudian membubuhkan tandatangan setelah lebih dulu memberikanku beberapa pertanyaan menyangkut mata kuliah yang kuambil.

Ah...... aku rasanya ingin tertawa mengingat kejadian itu, sebuah kenangan lama tentang dosen ajaib yang kemudian kembali mengirimiku sebuah SMS

“Ok. Ne dah mulai. Judulnya Ti.” Sender Papah 22.15.23

Yah, saat aku bertemu pertama kali dengannya aku tak pernah berpikir bahwa suatu saat dia akan menjadi temanku, seorang teman yang sangat baik.Seorang teman yang mendukung dan menyemangatiku.

“ Makasih ya pa, selalu kasi Ti smngt, ksmpatan, dukungn, jg selalu m’hargai smua yg Ti lakukn. Makasi udh jd dosen skligus teman yg baik bwt Ti.” Delivered to Papah 22.24.32

Aku bayangkan dia mengerutkan keningnya dan kemudian tersenyum sambil geleng-geleng kepala membaca SMS ku itu, dan dapat kupastikan dia takkan menjawab lagi. Dia anti disanjung. Mataku mulai mengantuk dan kemudian listrik kembali menyala. Beberapa tetangga yang tadi pergi ke lokasi kebakaran telah kembali.

“ Ada dua orang yang melompat dari lantai 3 “ kata mereka. Ternyata yang terbakar adalah kos di depan STKIP Jl. Danau Sentarum Gg. Ilham.

Semoga tak ada korban, doaku. Setelah sedikit bertanya tentang kejadian itu, aku kembali melanjutkan aktivitasku mengkliping koran. Hingga pukul 23.35 aku baru memutuskan untuk tidur. 25 menit lagi hari akan segera berganti, dan inilah Saturday nightku minggu ini.....

No comments: