Saturday, January 30, 2010

Catatan Seorang Mahasiswa Tua

Sebuah keputusan sulit akhirnya dibuat. Aku ingin hengkang dari organ yang selama ini menemani hari-hariku, yang tak hanya sekedar tempat bernaung di kampus, tapi juga rumah yang memberiku banyak saudara. Rumah itu pula yang menjadi wadahku. Ah, sakit sekali rasanya. Aku seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Aku terlalu mencintainya dan menempatkannya di tempat yang sangat istimewa di hatiku. Aku sangat mencintainya. Sangat.

Tapi itu sebuah proses kehidupan, sebab aku tetap harus hengkang. Aku sadar benar bahwa setiap orang orang memiliki masanya sendiri. Kini masaku sudah berakhir dan harus digantikan oleh adik-adikku. Aku teringat perkataan seorang teman yang menyatakan bahwa kami memang sudah harus pergi dari kehidupan organ di kampus, secinta apapun kami pada organ itu. Keberadaan kami hanya akan memperlambat proses pendewasaan adik-adik kami. Mereka butuh sendiri untuk belajar bertanggungjawab atas kewajiban, posisi dan tugas mereka. Mereka harus memikul tanggungjawab itu di bahu mereka, tanpa kami.
Kini adik-adikku bertambah banyak. Senang rasanya kini rumah itu dihuni oleh banyak orang. Karya ciptanya pun ditunggu dan dibicarakan orang-orang di kampus ini. Bahagia rasanya pernah menjadi bagian dari perubahan citra itu.

Lebih membahagiakan lagi, pernah melihat pertumbuhan adik-adikku yang dulu imut dan nakal kini berubah menjadi pemimpin dan mahasiswa-mahasiswa yang keberadaannya diperhitungkan karena karya ciptanya, tulisan. Senang rasanya menjadi kakak mereka, meski aku tak berperan apapun dalam pertumbuhan mereka yang begitu sempurna. Masih segar dalam ingatanku ketika mereka melintasi kelasku tanpa menoleh saat kami belum kenal, mereka pun masih berstatus mahasiswa yang baru saja menyelesaikan masa Ospeknya. Saat itu aku tak pernah berpikir bahwa sosok-sosok itulah yang nantinya akan mengisi hari-hariku dan menempati hatiku dengan sangat dalam. Aku juga tak pernah membayangkan bahwa kami akan berkumpul dalam suka dan duka, kemudian seberat ini hatiku berpisah dari moment-moment indah itu.

Tapi waktu harus terus berjalan, dan kita tidak tercipta untuk cengeng menangisi perjalanannya yang tak akan pernah kembali. Tak ada yang perlu ku khawatirkan, sebab adik-adikku jauh lebih baik. Mereka memiliki semangat mudanya, komitmen dan kemampuan yang tak bisa dianggap remeh. Tak ada yang perlu ditakutkan. Ah tidak, bukan khawatir atau takut. Aku tak pernah takut atau khawatir untuk menyerahkan semuanya pada mereka, aku hanya belum siap untuk benar-benar melepaskan semuanya. Mereka dan rumah itu terlalu berarti untukku.

Namun, aku tahu bahwa mereka lebih berarti dari pada egoku untuk terus bersama mereka. Aku harus benar-benar menyerahkan semua urusan rumah itu secara utuh. Kini ku benar-benar pergi. Aku tahu, adik-adikku akan semakin dewasa, semakin kuat dan semakin cerdas tanpaku.
Hampa. Lagi-lagi perasaan ini muncul. Begini ternyata rasanya menjadi mahasiswa tua yang sedang berada diujung waktu keberadaannya di kampus. Oh, ternyata ini rasanya menjadi mahasiswa tua.

Ah, tak ada waktu untuk larut dalam perasaan, jalan masih begitu panjang. Skripsiku menunggu untuk diselesaikan, tugasku di Centre juga bertumpuk. Aku sedang belajar merajut masa depan sebagaimana yang aku cita-citakan. Aku sedang melangkah untuk impianku. Akhirnya harus kukatakan; Terimakasih untuk segala kenangan, cinta, tawa dan kesal yang pernah ada. Aku begitu menyayangi kalian. Hari ini dan selamanya...

1 comment:

KANGKONG said...

byk pontianak ke di kalimantan...