Monday, December 17, 2007

Seminar Bahasa Dalam Media dan Aku...

Hari ini aku jadi pembicara dalam seminar umum dengan tema Bahasa Dalam Media yang diselenggarakan atas kerjasama banyak pihak. Sempat asik juga sih waktu liat jadwal seminar. Semua nama pake embel-embel di depan dan di belakang. Ah... asik nih, merasa muda bo'.....

Cuma ada dua pembicara yang masih berstatus mahasiswa, aku dan adik tingkatku Ambar. Selain itu, peneliti, dosen dan entah siapa lagi. Banyak wartawan, dari berbagai media, dari yang cetak hingga elektronik. Aku tampil pada sesi pertama, sebagai pembicara terakhir. Bahasan makalahku, tentang bahasa sastra dalam pemberitaan media cetak. Aku sedang tergila-gila dengan laporan bergaya sastra.

Ketika telah duduk di tempat para pembicara, aku sempat kirim sms pada si Boss

"Wow... Ti deg-degan neh, boss. Ade 2 dosen jurnalistik Ti agk" (08.43.56)

Aku lihat dia tersenyum dari dari tempat duduknya, di depan sebelah kananku di kursi barisan ke 5. Lalu dia mengetik tuts-tuts keypad pada HP nya.

"Jangan khawatir. Di sebelahmu org jg br jd pemakalah" (08.45.19)

Aku jadi gantian senyum melihatnya. Berdebar ??? Iya, tapi takut ??? Tentu tidak. Aku sangat menikmati tiap detik waktu yang berjalan. Jantung yang berdebar, waktu yang semakin dekat, aku selalu menikmatinya. Aneh ? mungkin, aku mungkin memang termasuk dalam komunitas orang aneh. Dan tak menjadi masalah yang besar bagiku, karena bahkan aku tak pernah memikirkan semua keanehan yang aku miliki.

Beberapa menit kemudian aku melihat si Boss mengeluarkan botol minumnya. Dia menawariku minum dari tempat ia duduk, karena dia tahu benar bahwa kami memiliki kebiasaan yang sama, yakni membawa sebotol air minum dari rumah. Aku membalasnya dengan tersenyum.

Saat itu, peserta semakin banyak yang hadir, wartawan juga makin berdatangan. Kali ini seorang TVRI dan kamerawannya masuk ke ruangan. Si Reporter tampak rapi dengan jas yang dipadankan dengan blus dan celana panjang yang berwarna senada, biru. Rambutnya lurus mencapai bahu, dibiarkannya tergerai.

Dia menghampiri dua wanita cantik di meja registrasi untuk mendapatkan panduan seminar. Yang mencolok di mataku adalah tahi lalat yang agak besar di pipinya. Dia tampak manis dengan asesoris alam itu. Sedangkan sang kamerawan tampil seadanya, jeans, bersepatu dan kaus oblong, serta meneteng kamera yang kukira cukup berat kalau aku yang membawanya.

Reporter itu kemudian menghampiri Dedy Ari Asfar, dan Budi Miank, dedengkot seminar ini untuk wawancara. Dedy adalah peneliti dari Pusat Studi Bahasa dan Masyarakat Borneo (PSBMB), sedangkan Budi menjabat ketua dalam Forum Bahasa Media Massa (FBMM). Dedy dan Budi tunjuk-tunjukkan. Aksi tersebut diakhiri dengan kesepakatan bahwa dua-duanya ikut si repoter cantik. Aku sempat melihat mereka di luar ruangan, lewat sebuah jendela dengan kaca yang transparan. Mereka masih saja tunjuk-tunjukkan. Aku tak bisa menahan diri untuk tersenyum. Asyik sekali gaya mereka, sangat alami dan manusiawi. Seperti anak-anak cowok SMA yang malu-malu berkenalan dengan seorang gadis, tapi tentu saja mereka tak kuasa menolak.

Tak lama kemudian, Dedy masuk ke ruangan. Dia menghampiri meja registrasi dan membawa dua kotak kue, lantas keluar ruangan lagi. Aku menduga kotak kue tersebut untuk reporter dan kamerawannya. Setelah selesai dengan urusannya, Dedy dan Budi kembali ke ruangan dan duduk manis di kursinya masing-masing.

Namaku dipanggil. Wow...saatnya...

Aku memaparkan apa yang aku tahu tentang bahasanku. Dengan sedikit mengadopsi berbagai teori jurnalistik dan ilmu komunikasi, serta tentu saja hasil tebakan mahasiswa yang selalu terlambat setiap harinya ini.

15 menit berlalu, presentasi selesai. Tiba waktunya untuk sesi tanya jawab.

2 pertanyaan untuk pemakalah pertama, 1 untuk pemakalah kedua, tentang bahasa inggris, 1 untuk pemakalah keempat yang membahas tentang kolom sastra di koran, dan 1 untukku. Pemakalah ketiga bebas pertanyaan.

Si Boss kelihatan kaget, mendengar ada satu pertanyaan untukku, apalagi dia tahu benar bahwa yang bertanya adalah seorang doktor dari Universitas Tanjungpura. Dia lalu keluar meninggalkan ruangan. Tak lama, dia kembali lagi duduk di kursinya, lalu memberi isyarat agar aku membaca pesannya di Hpku.

30 detik, HP ku berbunyi.

“Beri contoh berita yg pk js dan strigh news.yg lain2 tak usah jawab langsung, blg aja akan dilengkapi.” (10.23.52)

Aku tersenyum melihat pesan itu, juga melihat ekspresi wajahnya yang cemas. Aku jadi ingat tulisan Andreas Harsono yang menyatakan wajah si Boss pucat saat tragedi Equator terjadi tahun lalu. Tidak, dia tidak pucat, tapi kulitnya memang putih, hanya ekspresi wajahnya yang seakan-akan menggambarkan kalau mahasiswanya ini akan dilemparkan ke persemayaman buaya untuk menjadi korban ritual aliran sesat. Tak separah itu Boss....

“Makasih Boss. Tp nebak2 sikit boleh kan? Hehehe” (10.29.49)
Aku membalas SMSnya

“Tak usah. Merendah pd doktor untan tu tak apa.” (10.30.49)
Katanya lagi

Tiba giliranku menjawab. Aduh Boss, maaf, aku gak bisa sepenuhnya mengikuti saranmu dengan hanya memberi contoh dan selanjutnya mengatakan “nanti akan saya lengkapi”. Aku tampil disini membawa nama kampus, juga namamu. Aku tak akan menyerah kalah begitu saja. Dia memang hebat Boss, karir dan gelar akademiknya jauh melampauiku, tapi aku mahasiswamu. Aku ingin wajahmu tetap tegak di forum ini, sebagai dosenku. Aku tak akan menyerah begitu saja, dan lihatlah Boss, aku akan menjawab setiap pertanyaannya, untuk kebanggaanmu dan untuk kampus kita.

Tapi jangan khawatir Boss, kamu tak pernah mendidikku untuk sombong, dan aku juga takkan membangkang perintahmu. Nanti Boss, setelah kujawab semua pertanyaannya aku akan menambahkan diakhir kalimatku “nanti untuk lebih jelasnya akan saya lengkapi makalah saya, Pak”, bahkan aku akan menambahkan kalau aku adalah “seorang anak yang sedang belajar”, dan akan ku”cari teori-teori lain dari buku perpustakaan”, meskipun sudah 3 semester aku tak pernah menginjakkan kaki di perpustakaan kampus.

Boss, aku senang saat jawabanku diterima oleh mereka semua. Tapi aku lebih bahagia melihatmu tersenyum dari kursimu. Tahu kenapa ??? Karena kamulah orang yang paling mengerti betapa aku mencintai dunia penulisan, dan kamu selalu percaya padaku, kamu percaya pada mimpi-mimpiku, Boss. Kamu juga selalu membuat aku percaya pada kemampuan dan cita-citaku.

Saat kamu menjabat tanganku, dan mengucapkan selamat atas jawabanku, aku tahu bahwa aku selalu ingin melihat senyum itu, senyum kebanggaanmu. You are my best Papah, Boss. Always.....



15 Desember 2007


2 comments:

Admin said...

Turut bangga dan bahagia, semoga tercapai cita-citanya, dik.

Anonymous said...

baru baca sekarang.
jadi ndak enak,
namaku disebut-sebut.

ngomong2, boss itu siapa?
bang Yus, ya?