Monday, November 13, 2017

Hanya Sebuah Resah



Benarkah orang harus berbuat jujur? Atau benarkah sebuah kejujuran di perlukan? dan yang paling parah, apakah kejujuran di pakai?

Pertanyaan-pertanyaan itu selalu terngiang dalam otakku. Dan ironisnya, aku tak menemukan bahwa negeri ini membutuhkan kejujuran. Skeptis??? Iya, memang begitu. Mau apalagi.

Suatu hari aku mengetahui bahwa laporan temanku ditolak lantaran beberapa kuitansinya dibilang tak sesuai dengan pos anggaran. Padahal, semua yang dia laporkan riil, kebutuhan yang diperlukan oleh lembaga tempat dia bekerja. Di lain waktu aku mengetahui bahwa bahwa laporanku harus diperbaiki lantaran aku memasukkan dana talangan yang memang ada karena dana inti belum dicairkan. Tapi tak boleh ada talangan, begitu katanya. Lha??? Emang selama ini harus ngutang? Emang gaji karyawan harus diutang? Bukankah lebih masuk akal kalau ada dana talangan? dan dana itu nyata adanya. Tinggal pada saat pencairan, maka dikembalikan dana tersebut. Apanya yang susah? Bukankah dalam teori akuntansi juga begitu? Lalu dimana letak salahnya?

Belum lagi masalah perumahan. Beberapa teman bercerita bahwa mereka harus meminta bendahara lembaga untuk menaikkan angka gaji di slip gajinya selama 3 bulan terakhir lantaran ingin mengambil perumahan. Aku tak menyalahkan teman-temanku. Kita ini bukan tawon yang bisa sembarangan nemplok di atap gedung dan bikin sarang disitu. Kita manusia yang butuh tempat tinggal. Kita butuh rumah. Dengan kondisi perkekonomian saat ini, harga kontrakan menjulang seperti tower Telkom. Siapa yang tak akan bermimpi untuk punya rumah sendiri? Meskipun harus kreditan, tapi pada akhirnya jadi milik pribadi. Tidak seperti ngontrak yang bertahun-tahun bayar, tetap saja milik orang dan tinggal menunggu saat naas tak mampu bayar, kemudian diusir.

Dalam kondisi begitu, perumahan yang bahkan subsidi sekalipun minta angka tertentu di slip gaji. Parahnya, sudah jadi rahasia umum bahwa slip gaji bisa dinaikkan menyesuaikan syarat si pengembang perumahan. Jadilah, si calon konsumen ramai-ramai meminta angka gaji dinaikkan. Lalu, jika itu sudah menjadi rahasia umum, semua orang tahu, kenapa tidak diturunkan saja syaratnya agar orang tak perlu berbohong? Aneh ‘kan?

Kupikir manusia tidak selamanya ingin berbuat tidak jujur. Kadangkala sistem yang diciptakan memaksa seseorang untuk berbohong. Memang tidak secara gamblang membual untuk menggasak uang orang, namun yang dalam lingkup angka di slip gaji dan kebohongan saat wawancara bank untuk proses pengambilan rumah, itu juga merupakan kebohongan ‘kan?

‘Kan tidak merugikan orang? Iya. Tapi kebohongan tetaplah kebohongan. Merugikan atau tidak, sebuah kebohongan tidak akan lantas menjadi kebenaran. Kadang aku ketakutan pada realita hidup. Aku takut terseret ke dalamnya. Dulu, aku merasa sukses bisa melewatinya, meskipun seringkali mendapat sumpah serapah saat aku memilih untuk jujur, bahkan dari orang-orang terdekatku. Kadangkala juga yang kudapatkan adalah kehilangan kesempatan yang menguntungkan. Tapi saat ini, aku malah lebih takut. Realita hidup yang semakin hari melilitku dalam sistemnya yang jahanam membuatku takut. Takut suatu hari aku akan menjadi lembek dan terseret ke dalam pusarannya.

Jangan bayangkan aku akan menjadi koruptor! Aku tak punya kesempatan untuk itu. Tuhan terlalu baik padaku. Jadi tak diberikannya aku jabatan-jabatan begitu. Hanya saja, aku takut suatu hari aku akan menjadi bagian dari orang-orang yang mengikuti sistem itu dan melakukannya tanpa merasa bahwa itu adalah sebuah kebohongan. Aku takut sekali.

No comments: