Saturday, November 11, 2017

Makhluk Kecil yang Keren



“ Niiiiittttttttt”. Suara nyamuk itu benar-benar memekakkan teling saya. Di musim penghujan ini, makhluk kecil menyebalkan itu terasa seperti hantu yang siap mengganggu aktivitas berlaptop ria di malam hari. Saya tipe yang tak bisa menghirup bau aneh-aneh seperti obat nyamuk bakar atau semprot, juga bukan orang yang bisa ber-lotion anti nyamuk. Ironisnya, saya adalah tipe orang yang suka menempatkan aneka tanaman replica di kamar, sehingga nyamuk dengan mudah mendapatkan temapt bersembunyi. Jangankan nyamuk, bahkan kupu-kupu sering nemplok di kamar. Saya kadang bertanya, ini pembuat replica tanaman yang terlalu jenius, atau si kupu-kupu yang matanya minus ????

Beberapa malam sudah saya frustasi dengan si nyamuk. dan puncaknya, tadi malam saat saya aku harus menyelesaikan pekerjaan. Saya pandangi si drakula kecil itu dengan perasaan kesal. Tapi, aneh yang timbul malah perasaan kagum dalam diri saya terhadap makhluk itu. Saya merasa dia luar biasa. Amat istimewa. Tebersit pikiran bahwa Tuhan memang pilosof yang luar biasa. Segala sesuatu yang diciptakannya memiliki filosofi yang menjadi pelajaran untuk makluk yang berpikir.

Kalau anda mau belajar tentang optimisme dalam hidup, maka belajarlah dari nyamuk. Mengapa? Karena hidup nyamuk bagaikan sebuah rentetan dari tragedy. Siapa yang tidak tahu nyamuk. Di belahan bumi manapun dia dimusuhi. Tak seorang pun yang ingin didekatinya, apa lagi mencintainya. Bahaya dan kebencian telah menjadi bagian tersendiri dalam kehidupan nyamuk. Tragedi demi tragedi bahkan telah dia hadapi sebelum menjadi dirinya. Ketika dia hanya seekor jentik-jentik dia telah berhadapan dengan bahaya. Buat dia yang tinggal di genangan air, hanya menunggu waktu hingga manusia sadar untuk membuang genangan. Nah, bisa anda bayangkan saat manusia melihat genangan air itu dan membuangnya, maka tamatlah riwayat sang calon nyamuk.

Untuk dia yang tinggal di bak, tempayan, drum dan lainnya juga tak kalah malang. Kalau bak di kuras dan diganti airnya, maka habislah dia. Dan kalau orang sengaja memelihara ikan pemakan jentik-jentik, maka habis jugalah dia. Itu baru awal, kawan.

Katakanlah dia berhasil selamat, maka tahap selanjutnya tak kalah berbahaya. Saya membaca tentang nyamuk, dan tahukah anda bahwa masa menetas dari kepompong menjadi nyamuk adalah saat yang sangat berbahaya bagi mereka. Si nyamuk muda harus sukses keluar dari kepompongnya dan terbang tanpa menyentuh air. Kalau gagal, lagi-lagi tamatlah riwayatnya. Ini sayangnya, ini bukan bahaya terakhir.

Setelah sukses menjadi nyamuk, maka dia memulai petualangan sebenarnya. Nyamuk, seperti yang kita tahu menghisap darah. Itulah makanannya. Mencari makan bukan sebuah kesalahan. Tapi persoalannya adalah, siapa yang mau darahnya dihisap nyamuk? Tidak ada, apalagi manusia. Nyamuk akan selalu dihadapkan pada dilema. Mencari makan, dengan resiko kemungkinan besar mati. Manusia dengan berbagai cara selalu ingin menyingkannya. Dari anti nyamuk semprot, bakar, kertas yang dibakar, lotion, minyak serai, dan lain sebagainya. Belum lagi tepukan maut dari tangan-tangan manusia. Kalau tidak mau berhadapan dengan itu semua, artinya tidak makan. Jika tidak makan, sudah pasti mati.

Meskipun demikian, tidak ada nyamuk yang putus asa. Saya belum pernah mendengar atau membaca tentang nyamuk yang mengganti menu makanannya. Mereka tetap menghisap darah. Tidak beralih menghisap madu atau makan daun. Juga tidak ada yang pernah menulis tentang peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh nyamuk. Mereka tetap terbang. So proud and free, kata Joan Baez. Mereka rata-rata gugur saat mempertahankan hidupnya.

Dan yang paling mencengangkan adalah hidup yang mereka pertahankan dengan segala perjuangan itu hanya berusia 7-14 hari. Setelah itu, mereka akan mati. Meskipun untuk hidup yang hanya14 hari, mereka menggerakkan segala upaya untuk mempertahankannya, untuk menjalaninya dan untuk menjaganya. Dan 14 hari itu, setiap saat dia harus melewati segala perjuangan untuk mempertahankannya. Memberikan usaha terbaik yang bisa dilakukannya.

Saya mulai berpikir lagi. Rasa-rasanya saya iri pada sikap optimis nyamuk. Dalam sekian tahun waktu yang telah saya jalani, apakah saya sudah melakukan hal terbaik dalam hidup ini, meskipun sekedar untuk mempertahankannya. Atau saya Cuma sekedar hidup saja tanpa melakukan perjuangan yang berarti dan hanya menunggu sampai waktu saya habis? Ah, lagi-lagi saya berpikir.

Satu hal yang saya sepakati dalam proses berpikir saya kali ini. Kalau manusia hanya bisa putus asa jika menghadapi masalah, sepertinya dia harus belajar banyak pada nyamuk.

Pertanyaannya, apakah anda merasa hidup anda lebih tragis dari nyamuk? Kalau iya, anda boleh putus asa. Jika tidak, atau sama tragisnya, maka kita tidak punya hak untuk putus asa. Karena Tuhan telah memberikan begitu banyak kelebihan pada manusia dibandingkan nyamuk. Minimal kita tidak akan ditepuk mati pada saat makan. Iya ‘kan?

No comments: