Monday, July 7, 2008

Agama Lokal dan Apa Saja

Sekarang jam di komputerku menunjukkan pukul 1.45 WIB, dini hari. Mataku lagi-lagi tak mau menyerah pada waktu. Ingin tidur rasanya, tapi apa boleh buat. Tak ada yang harus dipaksakan, dan tak boleh ada yang merasa dipaksa, biar saja semua mengalir apa adanya.

Beberapa saat setelah pergantian hari, aku mendapat pesan pendek dari seorang teman di sebrang lautan.

Dh tdr?” Sender +62857xxxxxxxx 00:23:3

“Blm. Kamu blm tdr jg?”

“Sama. Lg ngpain?”
Sender +62857xxxxxxxx 00:29:01

“ Gak lg ngapa2in. Kmu?”

“ Hbs wawncra d hotel grand candi smg. Tau g, aq wwncra sama siapa?”
Sender +62857xxxxxxxx 00:35:14

“Siapa dan ttg apa”

“ Engkus.orang jawa bart. Uniknya, d KTPnya, kolom agama diisi tanda strip (-). Tau knpa?”
Sender +62857xxxxxxxx

Gak, emg napa ?”

“ Ia penghayat kpercyaan sunda wiwitan, agama buhun, agama asli orang sunda. Kbradaanmrka skrg trdskriminasi spt kaharingan”
Sender +62857xxxxxxxx

Sunda wiwitan. Aku sedikit tahu tentang sunda Wiwitan, seperti Kaharingan, dia adalah agam lokal yang ada jauh sebelum masuknya agama di Indonesia. Namun, saat ini kurasa akan sulit sekali menemukan orang yang bertahan dengan agama ini. Aku jadi teringat dengan beberapa nama yang kutahu bergelut dalam penelitian agama-agam terutama agama Jawa. Clifford Gertz dan Mark R. Woodward. Salah satu buku Woodward bertengger manis di rak bukuku.

Meskipun tidak bicara tentang wiwitan tapi praktik Islam, namun ada beberapa hal yang kupikir berkaitan erat dengan agama-agama lokal. Sebab, mau tidak mau harus diakui bahwa tradisi agama lokal telah hidup dan mengakar pada masyarakat, sehingga kedatangan agama-agama baru tidak dapat begitu saja menghapus tradisi yang ada. Pada praktiknya, tidak sedikit tradisi agama lokal tersebut masuk ke dalam ajaran-ajaran agama baru yang datang kemudian.

Aku tak sabar menunggu dia mengetikkan huruf demi huruf dan menunggu rangkaian kalimat itu menyeberang terlalu lama. Aku segera menelponnya, tak peduli bahwa sekarang sudah hampir jam 1 dini hari.

‘Sunda Wiwitan itu agama asli orang Sunda.Ajarannya sangat bersahabat dengan alam. Mereka menghormati alam karena telah memberikan kehidupan, karena itu manusia harus berterima kasih pada alam dan tidak dapat berlaku sewenang-wenang. Mereka juga percaya bahwa segala sesuatu di alam memiliki jiwa dan kehidupan” jelasnya.

Dia bertanya padaku tentang Kaharingan. Ya, kaharingan. Aku pernah sedikit membaca tentang Kaharingan, agama asli masyarakat Borneo. Agamanya orang-orang Dayak.

Di Kalimantan Barat, ku pikir akan sulit mendapatkan orang yang mengaku bahwa dirinya menganut Kaharingan. Pertama, karena istilah ini memang hampir tak pernah digunakan di Kalbar.

Orang lebih suka menyebutnya agama lama. Ada yang menyebutnya animisme, tapi ada pula yang tidak menyukai sebutan ini” begitu kata dosenku, Dr. Yusriadi, ketika aku cek tentang istilah kaharingan setelah tulisan ini selesai kubuat..

Sebab lain, penyebaran agama telah masuk sampai ke pelosok-pelosok desa bahkan dusun. Sejak zaman penjajahan Belanda, para misionaris telah gencar melakukan ‘dakwah’nya, sedangkan Islam juga telah berkembang di beberapa wilayah, meskipun masih terbatas pada daerah-daerah kerajaan.

Kemudian, karena berbagai faktor dan kepentingan politik, setelah tahun 1960-an, Pemerintah mengeluarkan aturan yang mengharuskan masyarakat untuk memilih salah satu dari 5 agama yang diakui Undang-undang di Indonesia. Tak kuasa dengan berbagai hal yang akan menyulitkan kelak, masyarakatpun pasrah dengan aturan yang ada. Maka, ditanggalkanlah identitas agama asli mereka diganti dengan agama baru yang diakui. Apakah semuanya selesai ? Ternyata tidak.

Pada kenyataannya, agama lama itu tak pernah benar-benar mati. Semua itu terlihat jelas pada ritual-ritual adat yang masih hidup sampai tulisan ini kubuat. Ada beberapa buku yang kumiliki atau yang pernah kupinjam yang bicara soal Masyarakat Dayak dan Tuhan. Kutemukan beberapa versi cara pandang mereka kepada Sang Maha Pencipta, termasuk sebutannya, dari Jubata hingga Ne’.

Penciptaan manusia juga dikenal dalam beberapa ragam. Dalam buku yang ditulis oleh Manias M. Sood, aku menemukan bahwa ada versi penciptaan manusia yang mirip dengan penciptaan yang dikisahkan dalam ajaran Islam. Apakah ini murni dari ajaran mereka dan telah dipengaruhi oleh Islam ?, belom ada penelitian yang membahas tentang ini. Tapi, kurasa ini akan sangat menarik.

Kaharingan, dan agama lama pada prinsipnya mirip dengan ajaran Sunda Wiwitan yang di ceritakan oleh temanku. Kepercayaan ini sangat menghormati alam semeta. Semua yang berada di alam memiliki jiwa dan ruh. Manusia tidak boleh sembarangan dalam melakukan eksploitasi terhadap alam. Bukan sekedar etika memperlakukan alam, tapi ini lebih dari itu. Sebuah penyatuan dan penghargaan sebagai sesama makhluk Tuhan yang diciptakan untuk saling menopang dan menjaga keseimbangan hidup.

Tak heran, dengan pandangan demikian, ajaran agama lokal melahirkan banyak sekali ritual yang dilakukan untuk menghormati alam. Upacara yang paling banyak dilakukan adalah yang berkaitan dengan padi, sebab padi dianggap sebagai sumber kehidupan manusia. Mulai dari upacara pra tanam, menanam hingga panen dan pasca panen. Semuanya memiliki makna dan keindahannya masing-masing.

Tradisi Dayak juga mengganggap bahwa kehidupan manusia adalah siklus yang salng berkaitan dan tak dapat dipisahkan. Kelahiran, perkawinan dan kematian, menjadi titik fokus ritual yang berkaitan dengan manusia. Banyak kearifan yang terdapat dalam kepercayaan ini, dan masyarakat adat sampai sekarang masih banyak yang taat pada aturan tradisi yang bahkan tak tertulis ini. Aku melihat ini semua sebagai sebuah kekayaan dan keindahan negeriku yang memang menjadi indah apabila diperlakukan sebagaimana mestinya.

2 Juli 2008
Pukul 03:03 WIB

No comments: